Resensi Buku
"Fatmawati Sukarno: The First Lady"
Judul Novel
: Fatmawati Sukarno, The First Lady
Sumber :
Perpustakaan UNY
Penulis : Arifin
Suryo Nugroho Penerbit Ombak, Yogyakarta
Tahun : 2010
Tebal : 278
halaman
Merah Putih, merupakan bendera Indonesia yang
mengidentitaskan kebang-sanegaraannya. Lebih dari itu, bendera yang bermakna
semiotik-filosofis berani dan suci itu menjadi sebuah lambang kebanggaan warga
negara Indonesia. Sejarah kemerdekaan Indonesia pun terukir di balik warna
merah dan putih tersebut. Sejarah kemerdekaan Indonesia tecermin pula pada
penjanjian bendera pusaka tersebut.
Persiapan kemerdekaan di rumah Soekarno penuh dengan
keterbatasan, misalnya perlengkapan. Kejar-mengejar dengan Jepang, yang kalah
perang, membuat pejuang saat itu panik sehingga tak sempat memikirkan hal-hal
kecil, salah satunya menyiapkan bendera merah putih. Ceritanya, saat naskah
proklamasi akan dibacakan, para pemuda kebingungan mencari bendera. Kegaduhan
ini didengar seorang wanita yang saat
itu sedang melangkah keluar di dekat pintu. Langkahnya pun berbelok menuju
kamarnya untuk mengambil bendera. Kain berwarna merah putih itu ia berikan
kepada seseorang yang berdiri di depan kamarnya.
Adalah Fatmawati, seorang perempuan Indonesia yang
menjahit bendera tersebut sehingga pada 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan
Indonesia dimeriahkan dengan pengibaran bendera. Meskipun bendera tersebut
tidak sesuai dengan standar ukuran bendera yang seharusnya, kain dua warna yang
terjahit menjadi satu itu kemudian menjadi bendera yang sangat disakralkan oleh
bangsa Indonesia. Nama Fatmawati pun tercatat dalam sejarah sebagai wanita
penjahit bendera pusaka.
Jasa Fatma tidak sekadar menjahit bendera. Sebagai ibu
negara pertama Indonesia atau yang lebih dikenal dengan sebutan first lady, dia
harus mendampingi Bung Karno menjalin lobi dengan negara-negara lain. Tak
jarang ia melakukan sesuatu untuk mengisi acara dalam kunjungan kenegaraan.
Salah satunya, ketika berkunjung ke Pakistan, Fatma, yang pandai membaca
Al-Quran, melantunkan ayat-ayat suci dalam salah satu perjamuan.Bertemu dengan
para pemimpin negara lain, Fatma ingin tampil layaknya ibu negara. Saat
melakukan kunjungan ke India, Fatma meminjam perhiasan istri sekretaris negara.
Keadaan saat itu memang memprihatinkan, tapi Fatma berusaha semampunya
memerankan posisi ibu negara. Istri ketiga Bung Karno itu juga kerap memasak
untuk tamu-tamu negara. Salah satunya ketika menjamu Presiden Amerika Serikat
FYanklin D. Roosevelt. Ibu Negara Abang Sam saat itu, Eleanor Roosevelt, memuji
sate ayam buatan Fatma.
Fatma lahir di Pasar Malro, Bengkulu, 5 Februari 1923.
Dia anak Hassan Din dan Siti Chadijah, keduanya aktivis Muhammadiyah. Hassan
lebih dulu kenal Bung Karno. Ceritanya, ketika Bung Karno diasingkan ke
Bengkulu, Hassan melobi Bung Karno untuk mengajar di sekolah Muhammadiyah.
Tawaran itu diterima sampai akhirnya Fatma diangkat menjadi anak angkat Bung
Karno dan Inggit, istrinya.Saat Fatma akan dilamar oleh seorang pemuda, dia
meminta pertimbangan kepada Bung Karno. Namun bukan nasihat yang didapatkan,
melainkan ungkapan rasa cinta Bung Karno kepada Fatma. "Fat, terpaksa aku
mengeluarkan perasaan hatiku padamu. Begini Fat. Seharusnya aku sudah lama
jatuh cinta padamu sejak pertama kali aku bertemu denganmu, waktu kau ke
rumahku dahulu pertama kali," begitu diucapkan Bung Karno.
Rupanya Fatma menaruh perasaan yang sama kepada
proklamator itu. Perbedaan usia yang jauh tidak membuat keduanya meredam rasa
cinta. Situasi itu memicu pertengkaran Bung Karno dengan Inggit, yang kemudian
berakhir dengan perceraian. Selanjutnya, Bung Karno menikahi Fatma. Tapi ia
tidak hadir langsung saat akad nikah itu di Bengkulu, melainkan mengutus wakil.
Sebab, saat itu Bung Karno di Jakarta sibuk menggalang kemerdekaan.Setelah
pernikahan itu, Fatma dan keluarga diboyong ke Jakarta. Keduanya dianugerahi
lima anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.
Arifin Suryo Nugroho, melalui bukunya berjudul
Fatmawati Sukarno; The First Lady, menguraikan biografi sang penjahit bendera
tersebut dengan ulasan yang menarik. Fatmawati, seorang wanita asli Indonesia
yang telah berjasa menjahit bendera pusaka tersebut, merupakan perempuan
penting dalam sejarah kemer-dekaan Indonesia.
Fatmawati sebagai ibu negara setelah Soekarno dipilih
menjadi presiden Indonesia yang pertama, dengan setia mendampingi sang suami
tersebut. Hingga akhirnya, prahara rumah tangga pun terjadi. Kehadiran Hartini
telah mengguncang rumah tangga Soekarno-Fatmawati. Hingga akhirnya Fatmawati
memilih keluar dari istana dan hidup menyendiri tanpa Soekarno. Meski demikian,
cinta Fatmawati terhadap Soekarno tidaklah sirna. Begitu juga dengan cinta
Soekarno kepada Fatmawati, hanya saja telah terbelah kepada Hartini yang
kemudian menyusul Haryati, Yurike, dan Naoko Nemoto atau Ratna Sari Dewi.
Semenjak itu, Fatmawati hidup tanpa sosok suami di dalam
rumahnya meskipun status pernikahannya belumlah terputus atau diceraikan.
Namun, Fatmawati yang bersikap an-tipoligami tetap berkeras kepala untuk tidak
kembali lagi ke istana. Hingga akhirnya situasi politik di Indonesia pun kacau
dan banyak fitnah.
Soekarno sebagai presiden pikirannya terforsir oleh
situasi politik yang kacau tersebut sehingga sangat menyibukkan dirinya. Kekacauan
itu melonjak pada klimaksnya ketika Soekarno dikudeta oleh Soeharto dengan
legitimasi Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Mulai saat itu, kesehatan
Soekarno pun terus menurun dan mengantarkannya ke gerbang ajal.
Kepergian Soekarno menjadi tekanan dan pukulan bagi
Fatmawati. Meskipun cinta Soekarno telah terbelah, Fatmawati masih menaruh rasa
cinta pada sang proklamator kemerdekaan Indonesia tersebut. Dengan membaca buku
ini, pembaca diajak untuk mengulas biografi Fatmawati yang pernah menjadi first
lady di Indonesia. Dari biografi tersebut, banyak pelajaran yang dapat diambil
tentang sosok Fatmawati dan selebihnya sejarah Indonesia dari masa penjajahan
Belanda, Jepang, hingga setelah kemerdekaan. Selain itu, para pembaca akan
dikenalkan dengan sejarah Indonesia yang dibaca dari sisi Fatmawati sebagai
pemeran utamanya.
Tidak banyak sejarah yang mengupas Fatmawati. Tapi
buku Fatmawati Sukarno The First Lady mampu menyajikan cerita lebih lengkap
tentang ibu negara itu. Pembaca akan menemukan cerita-cerita baru tentang Fatma
dan hubungannya dengan Soekarno. Penulis buku, Arifin Suryo Nugroho, mampu
merangkai kehidupan Fatma dari kecil sampai meninggal.Meski sumber buku berasal
dari buku sejarah, berita media, dan catatan pribadi, tapi penulis mampu meramunya
menjadi cerita yang menarik. Penulis berhasil menyelipkan kutipan-kutipan asli
di antara cerita itu. Beberapa kutipan cukup pas dihadirkan, namun beberapa di
antaranya terlampau panjang. Misalkan kutipan saat Rachmawati kecewa terhadap
Fatma, yang melarang mengenakan gaun pemberian Hartini, istri keempat
Soekarno.Buku ini cukup enak dibaca dan tidak bertele-tele. Meski demikian,
beberapa isinya hampir kehilangan fokus tentang Fatma. Misalkan saat penulis
menerangkan tentang lagu Natal Sttile Nacht, yang mengiringi Fatma berperan
sebagai Bunda Maria di sekolahnya. Meski tidak banyak, seharusnya penulis
membersihkan cerita-cerita mengganggu ini.
Sumber :
Novel Fatmawati Soekarno ( Perpustakaan UNY)
0 komentar:
Posting Komentar