KONDISI SOSIAL POLITIK PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL
Pada tahun 1950,
Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut
pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet
bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada
dukungan anggota parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah
sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup
banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet
terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan
partai (kabinet formatur). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai
pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis
kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang (umumnya ketua partai) untuk
membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet
dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet
dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia
memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen
kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis
kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata
satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun. Kabinet-kabinet pada masa
Demokrasi Liberal adalah :
1. Kondisi Sosial Budaya
Pada Masa Kabinet Natsir ( 6 September 1950-21
Maret 1951)
a) Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
b) Mencapai konsolidasi dan
menyempurnakan susunan pemerintahan.
c) Menyempurnakan organisasi
Angkatan Perang.
d) Mengembangkan dan memperkuat
ekonomi rakyat.
e) Memperjuangkan penyelesaian
masalah Irian Barat.
Kendala/masalah yang dihadapi oleh kabinet
ini sebagai berikut :
1. Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan
Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
2.
Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir
di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis,
Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai
oleh Kabinet Natsir:
1. Berhasil melangsungkan perundingan
antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian
Barat.Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya
dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS.
2. PNI menganggap peraturan pemerintah No.
39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut
disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh kemenangan,
sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada
Presiden.
Penyebab Runtuhnya Kabinet Natsir :
Dalam sebuah negeri yang masih menunjukkan
adanya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan tradisi- tradisi otoriter,
maka banyak hal bergantung pada kearifan dan nasib baik kepemimpinan negeri
itu. Akan tetapi, sebagian sejarah bangsa Indonesia sejak tahun 1950 merupakan
kisah tentang kegagalan rentetan pimpinan untuk memenuhi harapan- harapan
tinggi yang ditimbulkan oleh keberhasilan mencapai kemerdekaan. Akan tetapi,
pada tahun 1957, percobaan demokrasi pertama ini telah men
Sumber : https://mohkusnarto.wordpress.com/indonesia-masa-demokrasi-liberal-1950-1959
2. Keuntungan dan akibat bagi
Indonesia dari adanya peristiwa MSA pada masa Kabinet
Sukiman. ( 26 April 1951- 23 Februari 1952)
Setelah keruntuhan dan kegagalan kabinet Natsir, Presiden menunjuk Sartono
menjadi formatur. Hampir satu bulan ia berusaha membentuk kabinet koalisi
antara PNI dan Masyumi. Namun, kegagalan kembali menghampiri. Akhirnya Sartono
mengembalikan mandat tersebut kepada presiden. Kemudian, beberapa waktu
kemudian presiden kembali menunjuk sesorang untuk mempimpin kabinet, yaitu
Sidik Djojosukarton (dari pihak PNI) dan Soekiman ( dari pihak Masyumi) sebagai
formatur yang kemudian berhasil membentuk koalisis antara PNI dan Masyumi.
Kabinet ini kemudian disebut dengan kabinet Sukiman.
Kejatuhan
Kabinet Soekiman merupakan akibat dari ditandatanganinya persetujuan bantuan
ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar
Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa
Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan prinsip
dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif. Muncul pertentangan dari
Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada
kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada presiden.
Kelebihan secara umum pada masa kabinet ini
adalah :
a) Pembuatan kebijakan dapat ditangani
secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal
ini karena kekuasaan legislatif dan eksekutif
b) Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan
pelaksanaan kebijkan jelas
c) Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap
kabinet sehingga kabinet menjadi berhati- hati dalam
menjalankan pemerintahan
Sumber :
http://fikaisman.blogspot.co.id/2011/01/indonesia-pada-masa-demokrasi-liberal.html
http://www.idsejarah.net/2016/01/kelemahan-dan-kekurangan-pada-masa.html
3. Analisis
Peristiwa Tanjung Morawa pada masa Kabinet Wilopo
Ø Latar belakang
Peristiwa Tanjung Morawa terjadi disebabkan pula oleh adanya
ketidakpuasan petani yang hendak dipindahkan ketempat yang lain oleh pemerintah
dalam hal ini oleh Gubernur Sumatera Utara Abdul Hakim, karena proses dan hasil
yang diperoleh sangat jauh berbeda dengan tanah yang telah mereka tempati
sebelumnya. Akibatnya ketidakpuasan ini mengarah pada aksi demonstrasi untuk
menggagalkan pentraktoran. Peristiwa Tanjung Morawa mendapat reaksi baik dari
pemerintah pusat, pihak oposisi, maupun masyarakat. Karena peristiwa itulah
golongan yang anti kabinet, termasuk tokoh-tokoh penganjur persatuan dari PNI,
mencela tindakan pemerintah. Akibatnya Sidik Kertapati dari SAKTI (Sarekat Tani
Indonesia) yang berhaluan kiri mengajukan mosi tidak percaya kepada cabinet dan
sebelum mosi diputuskan, kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden
Soekarno pada tanggal 2 Juni 1953.
Ø Kronologi Peristiwa
Pada tahun 1953
Pemerintah RI Karesidenan Sumatera Timur merencanakan untuk mencetak sawah
percontohan di bekas areal perkebunan tembakau di desa Perdamaian,Tanjung
Morawa. Akan tetapi areal perkebunan itu sudah ditempati oleh penggarap liar.
Di antara mereka terdapat beberapa imigran gelap Cina. Usaha pemerintah untuk
memindahkan para penggarap dengan memberi ganti rugi dan menyediakan lahan
pertanian, dihalang-halangi oleh Barisan Tani Indonesia (BTI), organisasi massa
PKI. Oleh karena cara musyawarah gagal, maka pada tanggal 16 Maret 1953
pemerintah terpaksa mentraktor areal tersebut dengan dikawal oleh sepasukan
polisi. Untuk menggagalkan usaha pentraktoran, BTI mengerahkan massa yang sudah
mereka pengaruhi dari berbagai tempat di sekitar Tanjung Morawa. Mereka
bertindak brutal. Polisi melepaskan tembakan peringatan ke atas, tetapi tidak
dihiraukan, bahkan mereka berusaha merebut senjata polisi. Dalam suasana kacau,
jatuh korban meninggal dan luka-luka.
Sumber
: http://pengetahuancj7.blogspot.co.id/2015/09/sejarah-indonesia_20.html
4. Pada masa Kabinet Sastroamijoyo terjadi koalisi antara
PNI dan NU dan Masyumi menjadi oposisi. Apa dampaknya kondisi politik di
Indonesia!
Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
A. Program :
1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran
serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan
peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik
B. Hasil :
· Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada
29 September 1955.
· Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
C. Kendala/ Masalah yang dihadapi :
· Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat
terselesaikan, seperti
DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi
Selatan, dan Aceh.
· Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari
Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan
permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri
pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin
baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan
norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara
pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir
meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah
terima dengan KSAD baru.
· Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan
inflasi yang menunjukkan
gejala membahayakan.
· Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
· Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU
memutuskan untuk
menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti
oleh partai lainnya.
D. Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
Sumber:https://history1978.wordpress.com/2013/03/26/indonesia-masa-demokrasi-liberal-1950-1959/
5.
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap terjadi pelaksanaan pemilu pertama kali,
apa
tujuan dan apakah demokrasi sudah
diterapkan pada saat itu ?
Penyelenggaraan
pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan
15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
Sumber :
http://www.sejarah-negara.com/2014/04/pemilihan-umum-tahun-1955.html
6.
Analisis Gerakan Assaat pada masa Kabinet Sasroamidjojo
Pada masa
Kabinet Ali Sastroamidjojo ke-2, muncul "Gerakan Assaat", suatu
gerakan yang diprakarsai Mr.Assaat. Gerakan ini menuntut pembedaan perlakuan
dan pemberian fasilitas kepada pengusaha-pengusaha "asli" dan
"pribumi". Mr.Assaat yang pada saat itu menjadi anggota parlemen yang
dekat dengan Masjumi, mendesak pemerintah agar mengeluarkan peraturan untuk
menghentikan keterlibatan orang-orang Tionghoa, baik warga negara Indonesia
maupun asing, dari berbagai bidang usaha yang dianggap menguntungkan. Dengan
terus terang ia menyatakan kesiapannya untuk menjalankan program-program anti
Tionghoa. Menurut pandangannya, orang Tionghoa tidak bisa dipercaya dan tidak
boleh dibiarkan menguasai ekonomi Indonesia. Ia juga menyerang orang Tionghoa
sebagai golongan yang tidak loyal kepada negara, malahan menyatakan bahwa golongan
keturunan Arab berbeda dengan orang Tionghoa dan harus dikatagorikan sebagai
"asli".
Sumberhttp://petrawahyuutama.blogspot.co.id/2012/01/anarkisme-dan-gerakan-anti-cina-yang.html
7. Pada masa Kabinet Djuanda ini terdapat kalimat
Perdana Menteri tanpa formatur. Apa maksudnya dan mengapa muncul Deklarasi
Djuanda!
Setelah Kabinet
Ali Sastroamidjojo I dinyatakan demisioner, Hatta selaku pejabat Presiden,
Presiden Soekarno sedang menunaikan ibadah haji, segera mengadakan pertemuan
dengan pimpinan partai untuk menentukan formatur kabinet. Formatur kabinet
mempunyai tugas pokok membentuk kabinet dengan dukungan yang cukup dari
parlemen yang terdiri dari orang-orang yang jujur dan disegani. Tuntutan ini
kemudian berhasil dipenuhi oleh Burhanuddin Harahap selaku formatur yang
ditunjuk oleh Hatta. Pada tanggal 11 Agustus 1955, Kabinet yang dipimpin oleh
Burhanuddin Harahap diumumkan.
0 komentar:
Posting Komentar